Kesehatan, Pembaruan

Hilangkan Stigma Pada Penderita HIV/AIDS

MurniCare, Jakarta – ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), atau yang umum dikenal dengan penderita HIV/AIDS, kerap kali menderita beban ganda akibat stigma yang berkembang di masyarakat.

Ilustrasi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Sumber: Freepik.

Berbagai stigma tersebut berupa misinformasi maupun mitos yang menyudutkan keberadaan ODHA. Salah satu contohnya adalah jika bersentuhan, berbagi handuk hingga alat makan dengan ODHA, maka dapat menularkan HIV ke orang lain.

Itu hanyalah beberapa contoh stigma yang muncul. Masih banyak stigma lain yang terlanjur mengakar di masyarakat. Maka dari itu, perlu upaya edukasi untuk menghilangkan stigma agar ODHA bisa hidup aman dan setara.

Apakah HIV Sudah Pasti AIDS?

Apabila penderita HIV tidak memeriksakan diri dan berobat, maka bisa menjadi AIDS (acquired immunodeficienty syndrome) dalam waktu 5-15 tahun kedepan. Sebelum rentang waktu tersebut, penderita HIV tidak merasakan apapun. Namun, setelah terkena AIDS, akan terjadi penurunan berat badan yang signifikan, demam, diare, dan infeksi berat lainnya.

Ilustrasi pita merah bagi penderita HIV/AIDS. Ilustrasi: Freepik.

Jadi, meskipun berpotensi, penderita HIV belum tentu terkena AIDS. Namun dengan catatan bahwa pasien HIV harus memiliki kesadaran diri yang konsisten untuk merawat kondisi tubuh serta bantuan perawatan medis yang ketat.

Stigma Keliru Bagi ODHA dan Faktanya

Banyak stigma bagi ODHA tidak sepenuhnya benar, bahkan banyak diantaranya keliru. Hal ini tentu berdampak pada pencegahan HIV/AIDS menjadi tidak efektif dan membuat penderita menjadi dikucilkan.

Berbagai stigma berupa misinformasi dan mitos yang beredar di masyarakat bagi ODHA meliputi:

1. Seseorang dapat tertular jika berdekatan dengan penderita HIV/AIDS

Banyak mitos yang mengatakan bahwa HIV/AIDS dapat menular apabila seruangan dengan penderita, berjabat tangan, berpelukan, hingga satu kolam renang yang sama. Semua itu adalah misinformasi yang menyudutkan ODHA.

Padahal, virus HIV dapat tersebar melalui darah, kontak seksual tanpa kondom, penggunaan jarum suntik bersama, narkotika, dan kehamilan.

2. Hanya pasangan gay yang menderita HIV/AIDS, heteroseksual tidak

Seks anal yang dilakukan pasangan homoseksual sangat berisiko tinggi menularkan virus HIV. Akan tetapi, bukan berarti pasangan heteroseksual tidak berisiko tertular saat berhubungan seksual.

Banyak riset menunjukan, pasangan gay dan heteroseksual sama-sama berisiko tinggi menderita HIV/AIDS. Apalagi yang sering berganti pasangan.

3. Penderita HIV tidak dapat memiliki anak

Apabila penderita HIV aktif menjaga kesehatan tubuh, rutin memeriksakan diri, menjalani pengobatan, membuat jumlah virus dalam tubuh menjadi sangat minim. Sehingga, persentasi penularan pun bisa mendekati nol.

Hal yang sama juga berlaku pada perempuan penderita HIV. Konsumsi obat antiretroviral secara teratur, dapat menurunkan risiko virus menular kepada bayi saat melahirkan atau menyusui.

Baca Juga: Mending Rokok Atau Vape? Sama Saja!

4. Seks oral tidak menyebarkan virus HIV

Seks oral memiliki risiko penyebaran yang lebih rendah dibandingkan dengan seks anal atau vaginal. Namun, seks oral yang dilakukan tanpa kondom tetap berisiko menularkan HIV.

Risiko akan semakin meningkat apabila salah satunya adalah seorang penderita HIV. Selain itu, risiko juga meningkat apabila pelaku seks oral sedang menderita sariawan, luka mulut, atau luka pada kelamin.

5. Penggunaan kondom tidak diperlukan apabila kedua pasangan positif HIV

Meskipun kedua pasangan menderita HIV, penggunaan kondom tetap disarankan untuk mencegah penularan virus HIV yang berbeda tipe atau yang resisten terhadap obar antiretroviral.

Selalu gunakan kondom dan lakukan hubungan seksual yang aman untuk mencegah penularan virus HIV.

6. Orang dengan hasil negatif HIV dapat berhubungan tanpa proteksi

Tes HIV bekerja dengan mendeteksi antibodi khusus yang dihasilkan sel darah putih untuk melawan virus HIV. Apabila tes HIV menunjukan hasil negatif, artinya orang tersebut tidak memiliki antibodi terhadap HIV. Namun, bukan berarti orang tersebut pasti tidak memiliki virus HIV dalam tubuhnya.

Pada beberapa kasus, diperlukan waktu 1-3 bulan untuk antibodi dapat terdeteksi oleh tes HIV. Oleh karena itu, penggunaan kondom tetap disarankan untuk menghindari penularan virus HIV dari orang dengan hasil tes negatif HIV sekalipun.

Berbagai stigma berupa misinformasi dan mitos yang beredar di masyarakat mengenai HIV/AIDS dan penderitanya perlu untuk dihilangkan. Tentu, ini menjadi tugas kita bersama untuk mengedukasi sesama.

Pun, kita jangan ragu untuk hidup bersama dengan ODHA. Selalu ingat, mereka tetap seorang manusia dengan hak yang sama. Jangan kucilkan mereka dengan stigma negatif tanpa pijakan fakta.

Selain itu, jangan ragu pula untuk periksakan diri dan melakukan tes HIV. Semakin dini pemeriksaannya, maka akan semakin tepat penangannya. Selalu lakukan gaya hidup sehat untuk mencegah penularan HIV/AIDS.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.